aku dan rumahku

- (b/ad)

Sejak bangun dari tidurku yang kesiangan tadi, aku tak banyak kemana-mana. Dapur dan kamar mandi jadi yang paling sering kusambangi setelah kamarku sendiri-tentunya. Baru hari kedua mengikuti tantangan bercerita  dan aku sudah bingung, cerita apa yang akan kutulis kali ini, hahahaha. Siang, setelah shalat dzuhur yang molor itu, aku meminta jawab temanku tentang hal apa yang baiknya aku ceritakan kali ini. Dia menjawab dan aku mulai menyapa papan ketik dengan... 

Tentang aku dan rumahku, 

Sudah berjalan beberapa tahun sejak kami sekeluarga pindah. Sebelumnya, kami tinggal di sebuah rumah kecil di tengah dusun. Tetangga, teman, warung, masjid, dan kehangatan khas dusun menjadi hal yang sangat dekat dan gampang kutemui sehari-hari, sebelum akhirnya pindah ke sebuah tempat terpencil di pojok selatan dusun yang asri hawanya. Saat pertama kami pindah, terhitung hanya ada satu tetangga di sebelah kiri rumah. Kami berjarak sekitar 200 meter dari kerumunan melewati jalan yang jelek dan gelap saat malam. Suara jangkrik, serangga, dan hewan-hewan lainnya barang tentu menjadi teman saat malam hari datang.  

Aku kurang begitu ingat bagaimana rasa awal-awal masa transisi dari rumah lama dan proses adaptasi di tempat yang baru yang banyak dari penduduk menyebutkan angker ini, hahahaha. Hawa adem, asri, dan angin sepoi-sepoi memang selalu menyapa di pagi, siang, dan sore hari. Tapi saat malam tiba, gelap dan sedikit menyeramkan akan menjadi jamuan bagi sesiapa yang baru pertama kali lewat dan berkunjung. Banyak dari temanku bahkan tidak berani pulang atau berangkat sendiri kala malam saat melewati jalan menuju rumahku. Tak jadi heran karena dulu waktu kecil aku juga selalu ngebut naik sepeda dan kadang lari terbirit-birit kalau pulang ngaji sendiri.  

Seiring waktu, mulai dibangun rumah-rumah lain di sekitar rumah dan sepanjang jalan yang seram tadi. Walaupun lumayan berjarak, bertambahnya penduduk baru menjadi berkah karena membantu penerangan jalan yang dulunya hampir gelap gulita kala malam, kecuali saat padhang mbulan. Total ada enam tetangga sejauh tulisan ini dibuat. 

Peradaban yang lama hilang kini mulai lahir kembali dengan munculnya tetangga-tetangga yang baik hatinya ini. Rasanya begitu cepat sejak awalnya hanya dua bangunan rumah yang berdiri, sampai sekarang mulai banyak tetangga yang datang dari mana-mana. Peradaban mulai terbangun lagi di pelosok selatan dusun.  

Di rumahku sendiri, selalu ada cerita awal pindah yang kocak. Beberapa kali, teman-teman dari dunia lain berkunjung. Ular masuk ruang tamu, kalajengking numpang berteduh, kelabang yang tersesat, dan masih banyak lagi. Bagi kami, yang begitu tadi adalah hal biasa. Mungkin mereka hanya ingin memperkenalkan diri ke tetangga baru. Tidak mengapa pikir kami, asal jangan langsung pinjam duit, hahahaha. Dari cerita temanku, pernah melihat sosok yang begitu di kamarku, katanya. Tapi bagiku, hal seperti itu biasa saja, pasti ada dan bukan hal yang begitu mengagetkan. Aku tetap saja tidur di kamarku, tiga malam setelahnya, hahahaha, guyon.

sore ini, aku kedatangan dua tamu kecil. tetanggga yang hamoir setiap hari main ke rumah.  baby shark, coco melon, dan beberapa konten anak-anak harus segera disiapkan sebelum keributan mulai panas. rumah menjadi lebih ramai semenjak kedatangan mereka-mereka ini, emak seperti punya anak lagi, dan aku, tambah teman baru. aku beranjak mandi setelah dua bocah tadi selesai nonton dan say goodbye untuk kembali pulang. 

tempat untuk kembali, berlindung, menetap, berkembang, dan menaruh lelah ini semoga akan selalu begini. dingin angin menerpa yang sejuk manyapa tiap kukembali. rumah yang selalu membawa ketenangan dan kenangan di dalamnya. akan selalu menyenagkan berada di bawah atap yang terbuat dari teduhnya cinta, beralas kehangatan dan dindingnya makin hari makin kokoh tersusun dari tiap-tiap kenang kisah dan cerita. 

terima kasih untuk selalu teduh, nyaman, dan aman. 


 


Postingan populer dari blog ini

haribu harimu

mana(ta)han

senyummu iku lho